Sebuah gua raksasa, yang mungkin jadi inspirasi mitos Yunani mengenai
dunia bawah tanah Hades, ternyata dulu pernah didiami ratusan orang.
Dengan begini, gua itu berpotensi menjadi salah satu desa prasejarah
tertua dan paling penting di Eropa — sebelum runtuh dan membunuh semua
manusia yang ada di bawahnya, kata peneliti.
Gianluca Cantoro, Foundation for Research and Technology, Hellas.Permukiman
yang kompleks di gua ini menunjukkan bahwa, bersama dengan situs lain
dari masa yang sama, awal zaman prasejarah Eropa mungkin lebih kompleks
daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Gua, yang terletak di selatan Yunani dan ditemukan pada 1958 itu, disebut Alepotrypa yang berarti "lubang rubah."
"Legenda
mengatakan bahwa di sebuah desa di dekatnya, seorang pria sedang
berburu rubah dengan anjingnya, dan anjing tersebut masuk ke lubang dan
pria itu kemudian mengikuti anjingnya dan akhirnya menemukan gua
tersebut," kata peneliti Michael Galaty, seorang arkeolog di Millsaps
College di Jackson, Mississippi. "Cerita tersebut mungkin sangat samar,
bergantung pada siapa Anda bertanya di desa itu, mereka mengatakan
bahwa gua tersebut ditemukan oleh kakek mereka."
Sebuah katedral prasejarahSetelah
penemuan gua tersebut, para pejabat di Yunani awalnya melihat gua
tersebut sebagai objek wisata yang potensial. Namun, ketika arkeolog
menyadari rahasia sejarah yang terkandung di dalamnya, mereka pun
memimpin upaya untuk menjaga agar pariwisata tidak merusak situs dengan
ceroboh.
Foto oleh Attila GyuchaRuang
utama gua tersebut memiliki tinggi sekitar 60 meter dan lebar sekitar
100 meter. Secara keseluruhan, panjang gua tersebut hampir mencapai 1000
meter, cukup besar untuk memiliki danau (tempat penjelajah terkenal
Jacques Cousteau pernah menyelam).
"Jika Anda pernah menonton
film 'The Lord of the Rings,' gua itu mungkin akan mengingatkan Anda
pada tambang Moria, gua tersebut sangat mengesankan," kata Galaty kepada
LiveScience.
Penggalian yang telah berlangsung sejak 1970 di
Alepotrypa telah menemukan beberapa perkakas, tembikar, obsidian dan
bahkan artefak perak dan tembaga yang berasal dari zaman Neolitikum atau
Zaman Batu Baru, yang di Yunani dimulai sekitar 9.000 tahun yang lalu.
"Alepotrypa
ada tepat sebelum Zaman Perunggu di Mycenaean Yunani, sehingga kita
seperti melihat awal dari sesuatu yang berhubungan dengan zaman
kepahlawanan di Yunani," ungkap Galaty.
Penghuni gua tampaknya menggunakan gua tidak hanya sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai kuburan dan tempat ritual.
"Anda
bisa membayangkan tempat obor, penuh dengan orang-orang yang menyalakan
api unggun dan mengubur orang mati," kata Galaty. "Hal itu mirip
seperti katedral prasejarah, sebuah situs ziarah yang menarik
orang-orang dari seluruh wilayah dan mungkin dari tempat yang lebih
jauh."
Gua permukimanGua tersebut tampaknya mengalami serangkaian pengerjaan dan kemudian diabaikan.
"Alepotrypa
berada di tempat yang sempurna untuk menghalau perdagangan laut dari
Afrika sampai ke Laut Tengah bagian timur, yang berada tepat di ujung
selatan Yunani," ujar Galaty.
Foto oleh Michael GalatyGua
tersebut tiba-tiba tidak berpenghuni lagi, saat pintu masuknya runtuh
sekitar 5.000 tahun yang lalu, mungkin akibat gempa bumi, sehingga
mengubur hidup-hidup para penghuni.
"Gua tersebut merupakan
tempat yang menakjubkan, kita bisa samakan seperti Pompeii pada zaman
Neolitikum," kata Galaty, merujuk ke kota Romawi kuno Pompeii, yang
terkubur ketika gunung Vesuvius meletus hampir 2.000 tahun yang lalu.
Abu kemudian mengubur dan mengawetkan Pompeii, dan proses penggalian di
sana memberikan para arkeolog pandangan yang sangat rinci dari kehidupan
pada waktu itu.
Dalam kejadian yang hampir sama, runtuhnya gua
untuk terakhir kalinya meninggalkan segala sesuatu yang pernah ada tetap
pada tempatnya di Alepotrypa, seluruhnya tertimbun lapisan mineral
seperti mutiara selama bertahun-tahun.
Menariknya, orang-orang
pada saat itu tampaknya melakukan penguburan di gua tersebut serta
melakukan ritual seperti membakar sejumlah besar kotoran dan menyimpan
sejumlah besar gerabah berwarna dan bercat bagus.
"Tempat
pemakaman dan ritual tersebut benar-benar membuat gua tersebut memiliki
suasana dunia kematian. Sama seperti Hades, lengkap dengan Sungai Styx,"
tambah Galaty, merujuk pada sungai yang dalam mitos Yunani yang
berperan sebagai batas antara alam fana dan dunia kematian.
Arkeologi AlepotrypaSelama
sekitar 40 tahun, penggalian di Alepotrypa sebagian besar dikerjakan
sendiri oleh arkeolog Yunani Giorgos Papathanassopoulos. Dalam tiga
tahun terakhir, Papathanassopoulos telah menghubungi arkeolog lain, yang
telah membantu mengungkap wawasan baru di situs tersebut.
Misalnya,
hasil survei di sekitar gua kini menunjukkan terdapat permukiman di
luar gua. Secara keseluruhan, ratusan orang mungkin pernah tinggal di
lokasi tersebut pada masa kejayaannya, sehingga membuatnya menjadi salah
satu desa Neolitikum terbesar dan paling kompleks di Eropa.
Selain
itu, analisis oleh para peneliti Panagiotis Karkanas di Ephoreia of
Paleoanthropology and Speleology of Southern Greece di Athena dan
rekan-rekannya mengonfirmasi bahwa ritual yang di sana memang sering
dilakukan.
Masih banyak hal yang belum diketahui tentang gua
tersebut. Misalnya, "kita tidak tahu seberapa dalam deposit yang ada
dalam gua tersebut. Bisa saja, mungkin kita akan menemukan manusia
Neanderthal di bawah sana," kata Galaty. "Pada ceruk di sampingnya, Anda
menemukan artefak Neanderthal di gua tersebut, sehingga rasanya sulit
untuk meyakini bahwa tidak akan ada bukti lain di Alepotrypa. Kami hanya
belum menggali cukup dalam untuk menemukannya."
Analisis kimia terhadap tembikar juga dapat menjelaskan mengenai asal-usulnya.
"Giorgos
Papathanassopoulos selalu berpendapat bahwa tembikar tersebut bukan
berasal dari situs tersebut, tetapi berasal dari tempat lain, dan gua
tersebut merupakan semacam tempat ziarah tempat orang-orang berpengaruh
dimakamkan. Hal tersebut mengarahkan gagasan fantastis bahwa gua
tersebut adalah pintu masuk sebenarnya ke Hades, itulah sumber
ketertarikan bangsa Yunani dengan dunia kematian," kata Galaty.
Analisis
kimia terhadap tulang dapat menghasilkan kesimpulan yang sama. "Apakah
orang-orang pada zaman itu benar-benar membawa jasad dari tempat yang
jauh untuk dikuburkan?" ungkap Galaty.
Situs tersebut, bersama
dengan situs lainnya di Eropa, mungkin dapat membantu memastikan bahwa
masyarakat yang kompleks muncul lebih awal dari yang sebelumnya
diperkirakan di benua tersebut.
Papathanassopoulos, Karkanas dan
Galaty, bersama dengan Anastasia Papathanasiou, William Parkinson,
Daniel Pullen dan rekan-rekan mereka, akan merinci temuan mereka
tersebut pada pertemuan tahunan Archaeological Institute of America
pada 6 Januari di Seattle.